Tren Sosial Media Kini Dibentuk AI: Bukan Manusia Lagi yang Memulai Tantangan

Pendahuluan

Media sosial dulu dikenal sebagai ruang kreativitas spontan, di mana tantangan viral lahir dari ide unik pengguna: tarian, meme, atau tantangan sederhana yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Namun kini, era baru dimulai, dimana AI ikut menciptakan tren. Dari pembuatan meme otomatis, remix video, hingga konten musik generatif, semakin banyak tantangan sosial media yang bukan lahir dari manusia, melainkan mesin. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: apakah budaya digital kita masih otentik, atau sudah mulai didikte oleh algoritma?

(Sumber Gambar : https://www.socialpilot.co/blog/ai-in-social-media )

Bagaimana AI Membentuk Tren

AI kini digunakan untuk menciptakan dan menyebarkan “tantangan” baru di platform seperti TikTok, Instagram, hingga YouTube Shorts. Contohnya:

Generative Video AI: Meta dengan fitur Vibes memungkinkan siapa pun membuat video remix hanya dari teks atau gambar.
Meme AI Otomatis: Tools seperti MidJourney, Runway, atau Sora dari OpenAI bisa melahirkan gambar atau video unik yang cepat menjadi bahan lelucon massal.
Musik & Suara Generatif: Lagu atau soundbite buatan AI dipakai ulang jutaan kali dalam challenge tarian.

Bedanya dengan tren organik? AI bisa memproduksi ribuan variasi konten hanya dalam hitungan detik, lalu algoritma platform memilih yang paling “klikbait” untuk ditampilkan di feed.

(Sumber Gambar : https://www.knowledgenile.com/blogs/5-ways-ai-can-transform-your-social-media-strategy )

Riset & Fakta Terkini

Studi dari AdPulse (2025) menunjukkan bahwa tren sosial media kini lebih cepat terbentuk ketika dipicu oleh konten generatif AI, dibandingkan tren alami dari manusia.
Fenomena “AI remixer” membuat satu ide bisa berkembang jadi ratusan format berbeda tanpa campur tangan kreator asli.
Algoritma distribusi memperkuat konten AI karena dianggap menarik secara visual dan lebih sering diklik, meskipun tidak punya “cerita nyata” di baliknya.

Dampak pada Budaya Online

Arah tren akan berubah: Apakah tren masih mencerminkan kreativitas manusia, atau sekedar rekomendasi saja yang diciptakan oleh mesin?
Konten Yang Membuat Manusia Cepat Bosan: AI menghasilkan konten massal, tapi cepat kehilangan daya tarik karena tidak punya nilai emosional mendalam.
Identitas Kreator Tidak Jelas: Siapa yang dianggap pemilik tren? Pembuat AI, pengguna yang pertama mem-posting, atau algoritma yang mempromosikannya?

Contoh Kasus

Dance challenge dengan musik buatan AI yang viral di TikTok, padahal penyanyi aslinya tidak pernah ada.
Meme politik hasil generative image yang dipakai ribuan kali untuk lelucon, tapi berpotensi menyebarkan misinformasi.
Fitur AI di Instagram Vibes menciptakan tantangan “remix” video keluarga, yang viral padahal tidak ada ide manusia murni dibaliknya.

Tantangan ke Depan

Konten palsu bercampur nyata: makin sulit membedakan mana tren yang autentik.
Overload konten AI: risiko “banjir informasi” yang membuat tren cepat mati.
Etika & hak cipta: ketika tren memakai wajah, suara, atau karya orang lain tanpa izin.

Implikasi di Indonesia

Dengan pengguna TikTok dan Instagram yang sangat besar, tren generatif AI bisa memengaruhi budaya anak muda secara signifikan. Ada peluang riset lokal:

Analisis bagaimana tren AI memengaruhi gaya komunikasi generasi Z.
Studi literasi digital untuk mengajarkan masyarakat mengenali tren buatan mesin.
Eksperimen kreatif: kolaborasi antara kreator lokal dan AI untuk tren positif (edukasi, budaya, seni).

Penulis

Stefanus Benhard S.Kom., M.Kom (FDP Scholar)

Kesimpulan

AI bukan lagi hanya alat, tapi aktor baru di panggung media sosial. Dari tarian, meme, hingga tantangan viral, banyak yang kini tidak lagi dimulai manusia, melainkan diciptakan oleh algoritma. Tantangan bagi kita adalah menjaga keoriginalan konten budaya digital, sekaligus memanfaatkan AI secara kreatif tanpa kehilangan sentuhan manusia.

Referensi

Last updated : October 10, 2025 10:48