(Gambar dibuat dengan Sora)

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah blockchain semakin sering terdengar. Sejak kemunculan bitcoin di tahun 2008, blockchain telah melampaui asal usulnya sebagai buku besar (ledger) untuk mata uang kripto dan juga sudah berkembang pesat menjadi teknologi fundamental dengan potensi transformatif di berbagai bidang seperti pendidikan, logistik, tata kelola atau pemerintahan, hingga Kesehatan (Reno & Roy, 2025). Banyak yang menganggap teknologi ini mampu menyelesaikan masalah transparansi dan keamanan data secara sempurna tanpa perlu pihak ketiga. Kedengarannya sempurna, kan? Namun, di balik popularitas dan keunggulannnya, ada tantangan besar yang menjadi penghambat utama perkembangan blockchain: bagaimana membuat sistem yang aman (security), cepat (scalability), dan tetap terdesentralisasi (decentralization) secara bersamaan. Tantangan inilah yang dikenal dengan istilah Blockchain Trilemma. Istilah Trilema Blockchain itu sendiri pertama kali dipopulerkan oleh Vitalik Buterin, salah satu pendiri Ethereum, untuk menggambarkan tantangan utama dalam pengembangan teknologi blockchain (Buterin, 2013). Solusi terkini sampai tahun 2025 ini, memprioritaskan dua atribut dengan mengorbankan atribut ketiga, sehingga menyebabkan ekosistem yang terfragmentasi di mana blockchain hanya berfokus pada kasus penggunaan yang sempit.

 

Untuk memahami trilema ini, kita perlu melihat tiga hal utama yang ingin dicapai oleh setiap sistem blockchain: keamanan, desentralisasi, dan skalabilitas.

  • Keamanan (security) berarti blockchain harus tahan terhadap serangan dan manipulasi. Semua data yang sudah tercatat tidak boleh diubah sembarangan, dan transaksi harus diverifikasi dengan cara yang sulit dipalsukan.
  • Desentralisasi (decentralization) berarti tidak ada satu pihak pusat yang mengontrol segalanya. Semua pengguna punya peran yang sama dalam menjaga dan memverifikasi jaringan. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin transparan dan sulit dimanipulasi sistemnya.
  • Skalabilitas (scalability) berbicara tentang kemampuan blockchain memproses transaksi dengan cepat dan efisien. Bayangkan jika ribuan orang melakukan transaksi bersamaan — jaringan harus bisa tetap cepat tanpa menurunkan keamanan atau desentralisasi.

Tantangannya, ketika satu aspek diperkuat, dua aspek lainnya sering kali ikut melemah. Dan di sinilah inti dari Trilema Blockchain muncul. Salah satu contohnya public blockchain itu sangat terdesentralisasi dan punya tingkat keamanan tinggi karena sulit diretas tetapi, konsekuensinya, jaringan ini cuma bisa memproses sedikit transaksi setiap detik. Sebaliknya, private blockchain bisa memproses transaksi jauh lebih cepat, tapi sifatnya terpusat dan lebih rentan terhadap berbagai jenis serangan di dunia blockchain (Reno & Haque, 2023).

Reno dan Roy (2025) menjelaskan bahwa saat ini sudah ada banyak inovasi yang mencoba mengatasi Trilema Blockchain — yaitu mencari keseimbangan antara keamanan, kecepatan, dan desentralisasi (Reno & Roy, 2025). Beberapa contohnya adalah:

  • Mekanisme Konsensus Baru, Dulu blockchain seperti Bitcoin memakai Proof of Work yang butuh energi besar. Sekarang mulai banyak yang beralih ke Proof of Stake (seperti di Ethereum 2.0) yang lebih hemat energi. Ada juga pendekatan baru seperti Directed Acyclic Graph (DAG) yang membuat transaksi bisa diproses lebih cepat.
  • Teknologi Lapisan Kedua (Layer-2), Solusi ini membuat transaksi jadi lebih ringan dan cepat. Contohnya rollups (Optimistic dan zk-Rollups), state channel seperti Lightning Network, atau sidechain seperti Polygon yang membantu mengurangi beban di jaringan utama.
  • Blockchain Modular, Pendekatan ini memisahkan fungsi utama seperti eksekusi transaksi, konsensus, dan penyimpanan data agar sistem bisa lebih fleksibel dan efisien. Contohnya bisa dilihat di Celestia dan EigenLayer.
  • Zero-Knowledge Proofs (ZKP), teknologi ini memungkinkan pengguna membuktikan bahwa transaksi mereka valid tanpa harus membuka semua detailnya. Artinya, privasi tetap terjaga tapi sistem tetap cepat dan aman. Contohnya zkSync dan StarkNet.

Dari semua inovasi yang ada, belum ada satu pun yang benar-benar bisa menuntaskan Trilema Blockchain secara sempurna. Setiap pendekatan masih punya kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Namun justru di situlah menariknya dunia blockchain, karena selalu ada ruang untuk bereksperimen dan berinovasi. Peneliti dan pengembang di seluruh dunia masih terus mencari cara agar blockchain bisa tetap aman, cepat, dan terdesentralisasi tanpa kompromi besar. Riset tentang topik ini masih sangat terbuka luas, mulai dari pengembangan algoritma konsensus baru, desain arsitektur modular, hingga penerapan kecerdasan buatan untuk optimasi jaringan. Siapa tahu, di masa depan, ide atau penelitian dari generasi muda seperti kamu justru menjadi langkah penting dalam menyelesaikan Trilema Blockchain ini. Karena pada akhirnya, kemajuan teknologi selalu lahir dari rasa ingin tahu dan semangat untuk mencoba hal-hal baru.

 

Penulis: Karli Eka Setiawan S.Si., M.Kom – Data Science 

Referensi:

  • Buterin, V. (2013). Ethereum white paper: A next-generation smart contract & decentralized application platform. GitHub.
  • Reno, S., & Haque, Md. M. (2023). Solving blockchain trilemma using off‐chain storage protocol. IET Information Security, 17(4), 681–702. https://doi.org/10.1049/ise2.12124
  • Reno, S., & Roy, K. (2025). Navigating the Blockchain Trilemma: A Review of Recent Advances and Emerging Solutions in Decentralization, Security, and Scalability Optimization. In Computers, Materials and Continua (Vol. 84, Issue 2, pp. 2061–2119). Tech Science Press. https://doi.org/10.32604/cmc.2025.066366