Mau pindah ke Linux tapi masih butuh aplikasi berbasis Windows? Gini nih caranya!
Popularitas Linux sedang cukup naik daun nih, salah satunya adalah imbas dari dihentikannya dukungan terhadap Windows 10 oleh Microsoft. Padahal, kita semua tahu bahwa Windows 10 merupakan versi Windows paling sukses selain Windows XP dan Windows 7 tentunya.
Keputusan yang diambil oleh Microsoft ini membuat banyak pihak kecewa, terlebih dengan adanya kewajiban user untuk menggunakan akun online di Windows 11, justru semakin membuat orang enggan untuk menggunakan Windows 11, selain juga karena performanya yang dirasa kurang maksimal dan banyaknya error ataupun bug yang ada.
Di sisi lain, Valve, salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang game merilis produk-produk gamenya seperti Steam Deck yang berbasis Linux. Hal ini membuat banyak orang yang awalnya tidak tertarik atau bahkan tidak tahu menahu terkait dengan Linux menjadi melirik adanya Sistem Operasi yang bersifat Open Source ini.
Nama-nama distro mulai bermunculan, dari yang berfokus untuk developing, hingga distro (distribution linux) yang berfokus untuk bermain game. Ini semua semakin membuat orang yang tidak puas dengan performa Windows 11 ataupun yang tidak dapat upgrade ke Windows 11 untuk berpindah sistem operasi.
Namun, perpindahan itu tidak selalu berjalan mulus, puluhan tahun kebiasaan orang yang sudah lama menggunakan Windows tidak dapat serta merta dirubah begitu saja. Selain itu, adanya aplikasi-aplikasi yang sifatnya eksklusif yang hanya dapat berjalan di Windows juga semakin membuat perpindahan ini cukup berat. Ambil contoh salah satunya adalah aplikasi Mircorost Office seperti Word, Excel dan Power Point, yang sebenarnya juga terdapat versi open source yang disediakan oleh pengembang lain untuk dapat digunakan sebagai alternatif selain Office 365 yang berbayar. Namun, sudah terlalu melekatnya kebiasaan dan environment yang kuat membuat hal ini terasa begitu susah.
Saya melihat cukup banyak orang yang berat untuk berpindah ke Linux hanya karena masalah sederhana ini. Untuk itu, mari kita bedah cara-cara alternatif yang dapat kita gunakan agar kita bisa bisa sepenuhnya Open Source.
Gunakan WINE
“WINE bukan emulator,” begitulah slogan yang mengawali setiap pembahasan tentang teknologi ini. Nama itu sendiri merupakan akronim rekursif yang menarik: WINE Is Not an Emulator. Kalimat ini bukan sekadar lelucon programmer, tetapi penjelasan filosofis tentang bagaimana WINE bekerja.
WINE adalah lapisan kompatibilitas sumber terbuka (open-source compatibility layer) yang memungkinkan aplikasi Windows berjalan pada sistem operasi mirip Unix, terutama Linux. Berbeda dengan emulator tradisional yang membuat lingkungan virtual lengkap dengan sistem operasi tiruan, WINE menerjemahkan panggilan API (Application Programming Interface) Windows ke panggilan POSIX yang dimengerti oleh Linux secara real-time.
Jeremy White, mantan maintainer WINE, menjelaskan: “WINE seperti penerjemah yang fasih dalam dua bahasa. Ketika aplikasi Windows ‘berbicara’, WINE mendengarkan dan ‘menerjemahkannya’ ke bahasa yang dipahami Linux, tanpa perlu meniru seluruh lingkungan Windows.”
Dengan menggunakan WINE, kita juga dapat menjalankan aplikasi-aplikasi berbasis Windows pada mesin Linux kita, misalkan saja Office atau Photoshop. Tentunya hal ini memiliki keterbatasan karena terkadang aplikasi yang kita jalankan melalui WINE bukanlah aplikasi yang memiliki versi paling update yang diberikan oleh pihak pengembang.
Gunakan PROTON
Jika kamu seorang Gamer, gunakan PROTON. “Proton bukan sekadar tweak WINE. Ini adalah upaya sistematis untuk memecahkan masalah kompatibilitas game yang telah menghantui Linux selama beberapa dekade,” ujar Pierre-Loup Griffais, engineer Valve yang terlibat dalam pengembangan Proton.
Proton adalah lapisan kompatibilitas yang dikembangkan oleh Valve Software bekerja sama dengan CodeWeavers, dibangun di atas fondasi WINE, tetapi dengan optimasi spesifik untuk gaming. Ini adalah fork WINE yang diintegrasikan secara langsung ke dalam Steam Client untuk Linux, memungkinkan game Windows berjalan secara native di Linux tanpa konfigurasi manual.
roton menerjemahkan panggilan DirectX (API grafis milik Microsoft) ke Vulkan (API grafis open-source), yang secara native didukung di Linux. Ini adalah keunggulan kritis karena:
- Performa lebih efisien daripada translasi DirectX-to-OpenGL tradisional
- Mendukung fitur grafis modern seperti ray tracing (melalui VKD3D-Proton)
- Kompatibilitas dengan driver open-source (Mesa) dan proprietary (NVIDIA)
Jika masih ada aplikasi-aplikasi yang perlu windows untuk berjalan, gunakan solusi terakhir yaitu WinBoat
WinBoat menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda dari WINE. Karena, platform WinBoat ini berjalan diatas Docker atau Podman, menjadikan software ini cukup ringan dijalankan di linux. Berbeda halnya dengan menggunakan virtual machine yang memerlukan distribusi resource yang tinggi, winboat berjalan dengan bantuan container yang membuat beban lebih ringan dan efisien.
Winboat memungkinkan kita menjalankan aplikasi windows ataupun sistem operasi windows diatas Linux kita. Bahkan, bagian paling serunya adalah kita dapat menjalankan aplikasi berbasis windows seperti halnya kita menjalankan aplikasi berbasis Linux lainnya, semua dengan cara yang sangat sederhana.
Untuk menginstall winboat, terlebih dahulu kita perlu install Docker atau Podman sebagai container, barulah kita dapat menginstall Winboat pada mesin Linux kita.
Comments :