Untuk merancang sebuah aplikasi yang kompleks, dibutuhkan rancangan arsitektur yang andal untuk dapat menghasilkan aplikasi yang teruji. Seperti halnya dalam membangun aplikasi virtual human (lihat artikel Membangun Intelligent Virtual Human: Pengenalan untuk mengenal apa itu virtual human), dibutuhkan arsitektur yang teruji juga untuk menghasilkan aplikasi virtual human yang mampu berkomunikasi secara sosial dengan manusia.  Hal ini tidak mudah dilakukan, mengingat sampai sekarang ini tidak ada yang mampu mereplikasi kemampuan otak manusia. Serta, para peneliti masih saling berdebat untuk mengetahui sepenuhnya bagaimana otak kita bekerja.

Pada era 90an, Joseph Bates memperkenalkan istilah “believable character” [4], yang dimana menjadi asas untuk merancang aplikasi virtual human yang dapat berkomunikasi secara sosial dengan manusia, tanpa harus mereplikasi otak manusia secara keseluruhan. Bates [4] mencetuskan ide bahwa untuk sebuah virtual human dapat dirancang dengan cara memberikan “illusion of life” sehingga memungkinkan untuk memberikan suspensi terhadap perasaan ketidak-percayaan kepada manusia yang berinteraksi dengan virtual human. Teknikini telah lama diadopsi oleh para animator di Disney untuk memberikan ilusi kehidupan terhadap karakter-karakter yang mereka rancang. Sehingga, tujuan utama dari penelitian dibidang virtual human adalah bukan untuk merancang aplikasi virtual human yang semakin realistis atau seperti manusia, namun sebuah aplikasi virtual human yang jarang mematahkan ilusi kehidupan mereka. Sehingga para manusia yang berinteraksi dengan virtual human “tertipu” akan trik “illusion of life” yang kita rancang.

Banyak cara untuk merancang trik ilusi kehidupan untuk virtual human. Namun pada kumpulan seri artikel Membangun Intelligent Virtual Human ini, kita akan mencoba untuk memberikan virtual human kemampuan untuk mengenal serta mengekspresikan emosi, memiliki kepribadian unik, serta memiliki kemampuan untuk membangun hubungan sosial dengan manusia. Untuk mempermudah perancangan, maka arsitektur virtual human dibagi menjadi beberapa modul yang bertugas sebagai indra, fungsi kognitif, serta sistem keluaran sebagai alat komunikasi.

Gambar 1 memberikan ilustrasi bagaimana proses manusia mengolah data/informasi dari lingkungan luar saat berinteraksi dengan sesama. Pertama-tama indra kita akan menangkap data/infomasi dari lingkungan luar dan kemudian melanjutkannya ke otak kita untuk dapat diproses berdasarkan banyak hal contohnya: suasana hati saat ini, kepribadian, dan pengalaman masa lalu kita. Kemudian otak kita akan secara otomatis menginstruksikan tubuh kita sebagai sistem keluaran untuk melakukan hal tertentu.

Berdasarkan aliran data/informasi pada gambar 1, penulis mengusulkan sebuah arsitektur umum untuk merancang virtual human[1][2][3]. Rancangan arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen dan modul, yaitu:

  • Sensing Component

Sensing Component bertugas untuk mengumpulkan data melalui sensor-sensor yang dimiliki oleh komputer seperti mikrofon dan kamera. Kamera menangkap emosi dari wajah kita malalui modul Facial Expression Recognition dengan menggunakan teori Facial Action Coding System (FACS) dan Basic Emotions yang diperkenalkan oleh Paul Ekman [5] [6]. Kamera juga akan secara otomatis mengenal wajah kita melalui modul Face Recognition. Sehingga, sistem dapat membangun hubungan sosial dengan kita. Informasi mengenai wajah kita akan selalu diperbarui selama interaksi. Kemudian, melalui mikrofon, sistem dapat memahami apa yang dikatakan oleh kita melalui modul Automatic Speech Recognition.

  • Interpreter Component

Komponen ini akan menerima informasi dari Sensing Component dan kemudian ditafsirkan pada modul Verbal Interpreter untuk tutur kata lisan serta modul Non-Verbal Interpreter untuk emosi dari ekspresi wajah dan prosodi suara.

  • Behaviour Component

Behaviour Component akan memberikan usulan aksi yang tepat berdasarkan informasi yang diterima dari modul Verbal, Non-Verbal Interpretation dan Interaction Rules. Usulan tersebut akan diteruskan ke SAIBA Compliant Embodied System[7] untuk di tampilkan di layar serta pengeras suara komputer, oleh modul Action Selector.

  • Agent Components

Di dalam Agent Components terdapat Memories dan modul Social Relationship, dimana seluruh memori lampau sang virtual human dan interaksi antara virtual human dengan kita disimpan. Pada komponen ini, tersimpan juga modul untuk mengatur emosi serta kepribadian virtual human. 

  • Game Components

Komponen ini memberikan pilihan untuk para pengembang game untuk merancang game dengan menggunakan arsitektur ini. Gameplay dapat berubah secara dinamis dengan berdasarkan emosi, kepribadian serta hubungan sosial antara pemain dengan virtual human.

Topik sebelumnya: Membangun Intelligent Virtual Human: Pengenalan

Topik selanjutnya: Membangun Intelligent Virtual Human: Model Komputasi Emosi, Kepribadian serta Hubungan Sosial.

Daftar Pustaka

[1] Chowanda, A., Blanchfield, P., Flintham, M., &Valstar, M. (2014, August). Erisa: Building emotionally realistic social game-agents companions. In International Conference on Intelligent Virtual Agents (pp. 134-143). Springer International Publishing.

[2] Chowanda, A., Blanchfield, P., Flintham, M., &Valstar, M. (2016, May). Computational Models of Emotion, Personality, and Social Relationships for Interactions in Games. In Proceedings of the 2016 International Conference on Autonomous Agents &Multiagent Systems (pp. 1343-1344). International Foundation for Autonomous Agents and Multiagent Systems.

[3] Chowanda, A., Flintham, M., Blanchfield, P., &Valstar, M. (2016, September). Playing with social and emotional game companions. In International Conference on Intelligent Virtual Agents (pp. 85-95). Springer International Publishing.

[4] Bates, J. (1994), The role of emotion in believable agents, Commun. ACM 37(7), 122–125.

[5] Ekman, P., Friesen, W. & Hager, J. (2002a), Facial Action Coding System (FACS): Manual, A Human Face, Salt Lake City (USA).

[6] Valstar, M. (2015), Automatic facial expression analysis, in ‘Understanding Facial Expressions in Communication’, Springer India, pp. 143–172

[7]Vilhjalmsson, H., Badler, N., Johnson, L., Kopp, S., Krenn, B., Marsella, S., Marshall, A. N., Pelachaud, C., Pirker, H. &Thorisson, K. R. (2016), Saiba framework.

URL: http://www.mindmakers.org/projects/saiba/wiki