Computer Assister Language Learning (CALL) awalnya ditemukan pada tahun 1960an. Framework fundamental dari CALL adalah selalu melakukan hubungan timbal balik antara development, implementation dan evaluation agar CALL dapat selalu berevolusi. Dalam evaluasi, terdapat beberapa pertimbangan yang harus di perhatikan, yaitu:

  • Apakah peserta dapat memahami apa yang dilakukan oleh aplikasi?
  • Apakah jenis konten pelajaran yang dibuat sudah sesuai dengan interaksi teknologi yang ada saat ini? Misalnya dalam hal membaca, menulis atau mendengarkan.
  • Seberapa baik elemen design dengan pemahaman seseorang?

Tahun 2015, pada umumnya CALL digunakan secara audiolingual, dimana pelajar mendengarkan sebuah rekaman, kemudian pelajar diminta untuk menceritakan kembali rekaman yang telah didengar dengan cara mengucapkan atau mengetik jawaban yang telah deprogram oleh komputer.

Kemudian pada tahun 2016 CALL dikembangkan menggunakan game. Game tersebut memiliki gendre Role Playing Game Simulators (RPG Sims), dimana dalam gamenya dibuat untuk khusus mempelajari bahasa Jepang. Inferensi yang diperoleh adalah model tersebut bisa digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran bahasa Jepang, karena menghasilkan hasil belajar yang cukup baik, dan RPG Sims memiliki potensi yang tinggi untuk memotivasi pelajar untuk belajar.

Setelah dipelajari kembali, game tersebut masih mengadopsi cara pembelajaran secara konvensional, kemudian merubah ke digital. Hal-hal yang menjadi daya tarik atau cara memotivasi pelajar untuk belajar dapat dikembangkan lagi dengan cara menjadikan content pembelajaran sebagai content game utama. Kemudian berdasarkan penelitian Heift dan Schulze (2015) komputer perlu menganalisis lingustik input dari pelajar untuk mendeteksi kesalahan dan memberikan umpan balik yang korektif serta memiliki panduan instruksional kontekstual.

Maka dari itu, dibutuhkan modifikasi untuk meningkatkan minat pelajar, salah satunya adalah gamifikasi. Ketika dikolaborasikan dengan gamifikasi, potensi yang tinggi tersebut dapat dimaksimalkan, karena gamifikasi memiliki unsur-unsur berikut ini:

  • Seperti halnya game, syarat utama gamifikasi adalah membuat seseorang merasa bahagia dan merasa puas, serta terdapat unsur intrinsik berupa kontribusi ilmu didalamnya.
  • Memiliki tujuan yang harus dicapai.
  • Membatasi permainan dengan aturan-aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan.
  • Memberikan informasi tentang kemajuan dari pencapaian yang telah dilakukan untuk mencapai tujuan
  • Memiliki unsur psikologi untuk memotivasi user. Dimana terdapat 6 principal perspectives on motivation yang erat kaitannya dengan gamifikasi, yaitu: trait perspective, behaviourist learning perspective, cognitive perspective, perspective of self-determination, perspective of interest, perspective of emotion.

Karena hal tersebut Computer Assisted Language Learning (CALL) dapat dikembangkan menjadi Gamification Assisted Language Learning (GALL). Dimana GALL dapat memaksimalkan ketertarikan seseorang untuk belajar dibandinkan CALL.

Sumber:

Udjaja, Y. (2018). Gamification Assisted Language Learning for Japanese Language Using Expert Point Cloud Recognizer. International Journal of Computer Games Technology. https://www.hindawi.com/journals/ijcgt/2018/9085179/