Pada pengembangan perangkat lunak, terdapat suatu istilah yang seharusnya dihindari, tetapi sering muncul, yaitu “technical debt” atau “utang teknis.” Konsep ini mengacu pada keputusan jangka pendek dalam menulis kode atau arsitektur yang tampak efisien untuk saat ini, tetapi keputusan tersebut dapat menimbulkan masalah besar di masa depan. Konsepnya sama seperti utang finansial, technical debt harus “dibayar”, baik dalam bentuk waktu, biaya tambahan, maupun effort atau kompleksitas yang meningkat. 

Apa Itu Technical Debt? 

Istilah “technical debt” pertama kali diperkenalkan oleh Ward Cunningham (salah satu penulis Agile Manifesto) pada awal 1990-an. Ia menggunakan metafora utang untuk menjelaskan bahwa mengembangkan perangkat lunak secara cepat dan tidak optimal memang bisa mempercepat waktu rilis, tetapi akan ada “bunga” yang harus dibayar di masa depan. Terdapat beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai techinal debt, seperti  

  1. Kode yang sulit dibaca atau tidak terdokumentasi dengan baik 
  2. Arsitektur yang buruk atau tidak scalable 
  3. Ketergantungan pada teknologi usang 
  4. Kurangnya pengujian otomatis (automated tests) 
  5. Kompromi terhadap best practices karena tekanan deadline 

Jenis-Jenis Technical Debt 

Menurut Martin Fowler, technical debt dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis berdasarkan dua dimensi utama: kesengajaan (intentional vs unintentional) dan pendekatan (reckless vs prudent). Matriks yang diperkenalkan Fowler ini memberikan empat kuadran yang membantu memahami asal-usul dan risiko dari utang teknis: 

  1. Deliberate & Reckless: Tim secara sadar mengambil keputusan untuk mengabaikan praktik desain demi mengejar deadline, tanpa memikirkan dampaknya di masa depan. Contohnya adalah pernyataan seperti: “We don’t have time for design.” Ini adalah bentuk utang teknis yang paling berbahaya karena diambil dengan sengaja dan tanpa strategi mitigasi. 
  2. Deliberate & Prudent: Keputusan untuk mengambil utang teknis dilakukan secara sadar, namun dengan pemahaman terhadap konsekuensinya dan rencana untuk membayarnya. Contohnya adalah: “We must ship now and deal with consequences (later).” Ini bisa diterima jika ada tujuan bisnis yang mendesak. 
  3. Inadvertent & Reckless: Utang teknis yang muncul karena ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman tim terhadap prinsip desain yang baik. Contohnya seperti: “What’s layering?” Biasanya ini terjadi pada tim baru atau kurang pengalaman. 
  4. Inadvertent & Prudent: Terjadi secara tidak sengaja, namun tim mampu merefleksikan kesalahan dan memahami cara yang seharusnya. Contohnya: “Now we know how we should have done it.” Ini adalah momen pembelajaran yang penting dan bisa menjadi bahan refactoring di masa depan. 

Sumber: martinfowler.com/bliki/TechnicalDebtQuadrant 

Dampak Technical Debt 

Technical debt bisa memberikan dampak serius bagi proyek perangkat lunak, terutama dalam jangka panjang: 

  1. Penurunan produktivitas tim karena butuh waktu lebih lama untuk memahami dan memodifikasi kode. 
  2. Risiko bug meningkat karena struktur kode yang buruk atau tidak teruji. 
  3. Proses scaling menjadi rumit, terutama pada arsitektur yang tidak fleksibel. 
  4. Biaya pemeliharaan meningkat, yang pada akhirnya memperlambat inovasi dan rilis fitur baru. 
  5. Tingkat kepuasan tim menurun, karena frustrasi dalam mengerjakan sistem yang sulit diatur. 

Cara Mengelola dan Mengurangi Technical Debt 

  1. Lakukan Code Review Berkualitas: Jangan hanya mencari bug, tapi evaluasi juga kualitas desain, naming, dan struktur kode. 
  2. Prioritaskan Refactoring Secara Bertahap: Terapkan prinsip boy scout rule: “Leave the code cleaner than you found it.” 
  3. Gunakan Alat Analisis Statis Tools seperti SonarQube, ESLint, atau CodeClimate bisa membantu mendeteksi code smell dan area bermasalah. 
  4. Sisipkan Refactor Sprint atau Refactor Task: Alokasikan waktu khusus untuk membayar utang teknis, idealnya dalam backlog sprint regular. 
  5. Dokumentasikan Utang Teknis Secara Eksplisit: Gunakan tag TODO/FIXME dalam kode, atau gunakan issue tracker khusus agar tim sadar adanya hutang teknis. 
  6. Melibatkan Product Owner dalam Keputusan: Jelaskan trade-off antara mempercepat rilis vs membayar technical debt agar keputusan bisnis bisa lebih seimbang. 

Kapan Technical Debt Boleh Diambil? 

Sama seperti hutang finansial, tidak semua technical debt itu buruk. Dalam beberapa kasus, mengambil technical debt bisa menjadi keputusan strategis, asalkan memenuhi beberapa alasan, seperti ada tujuan bisnis jelas, misalnya mengejar momen pasar, kemudian technical debt yang baik harus disertai rencana jangka pendek untuk membayarnya, tidak melakukan technical debt secara beruang hingga menumpuk, dan juga sebaiknya tidak membiarkan technidal debt tanpa kontrol bisa membuat proyek menjadi “legacy system” bahkan ketika belum selesai dikembangkan. 

Penutup 

Technical debt adalah harga dari keputusan teknis yang tergesa-gesa atau tidak bijak. Ia tidak selalu buruk, tetapi seperti utang keuangan, perlu dicatat, dimonitor, dan dibayar secara terencana. Tim yang mampu mengelola technical debt dengan baik akan memiliki keunggulan dalam hal kecepatan, kualitas, dan keberlanjutan proyek perangkat lunak. 

 

Penulis:

Muhammad Alfhi Saputra (FDP Scholar)

 

Referensi: 

Cunningham, W. (1992). The WyCash Portfolio Management System. OOPSLA. 

Fowler, M. Technical Debt Quadrant. https://martinfowler.com/bliki/TechnicalDebtQuadrant.html 

SonarQube Docs. https://docs.sonarsource.com/ 

Brown, N., et al. (2010). Managing Technical Debt in Software-Reliant Systems. SEI. 

IEEE Software Special Issue: Managing Technical Debt (2012) 

https://www.agilealliance.org/wp-content/uploads/2016/05/IntroductiontotheTechnicalDebtConcept-V-02.pdf