Pendahuluan

Pada September 2025, Albania mencatat sejarah sebagai negara pertama di dunia yang menunjuk AI sebagai menteri. Entitas bernama Diella ditugaskan sebagai “Menteri Virtual” untuk mengawasi proses pengadaan publik, sektor yang selama ini rawan korupsi dan manipulasi. Langkah ini menandai era baru, di mana kecerdasan buatan tidak hanya hadir di ruang digital, tetapi masuk langsung ke jantung pemerintahan. Pertanyaannya kini: apa arti penunjukan ini, dan bagaimana dampaknya bagi demokrasi serta tata kelola negara?

Sumber Gambar : https://govinsider.asia/indo-en/article/ai-ditunjuk-sebagai-menteri-untuk-lawan-korupsi

Siapa Itu Diella?

  • Diella adalah AI yang dirancang untuk mengelola data besar dalam proses tender dan kontrak publik.
  • Tugas utamanya: memastikan transparansi, mendeteksi pola mencurigakan, dan memberikan rekomendasi berbasis data.
  • Nama “Diella” berasal dari kata Albania yang berarti “matahari kecil”, simbol keterbukaan dan cahaya baru dalam politik.
  • Ia tidak hadir sebagai robot fisik, melainkan sistem digital yang bekerja 24 jam, dipantau oleh tim teknis dan pejabat manusia.

Mengapa Albania Melakukannya?

Albania memiliki sejarah panjang dengan isu korupsi dalam sektor pengadaan publik. Menurut laporan Transparency International, pengadaan adalah salah satu area paling rawan manipulasi di negara tersebut [1]. Pemerintah kemudian mencari solusi radikal: menunjuk AI yang dianggap netral, objektif, dan tahan dari intervensi politik.

Dengan Diella, setiap transaksi, tender, atau dokumen akan diproses menggunakan algoritma yang dirancang untuk:

  • Mendeteksi red flags (indikasi penipuan atau konflik kepentingan).
  • Menganalisis harga pasar untuk memastikan tender tidak dimanipulasi.
  • Memberikan skor transparansi untuk setiap kontrak publik.

Potensi Keuntungan

  1. Objektivitas Tinggi – Keputusan didasarkan pada data, bukan hubungan personal atau kepentingan politik.
  2. Kecepatan & Efisiensi – Analisis yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan bisa selesai dalam hitungan menit.
  3. Pencegahan Korupsi – Sistem mampu melacak pola pengadaan yang mencurigakan sebelum uang negara disalahgunakan.
  4. Transparansi Publik – Laporan hasil kerja Diella dapat diakses secara terbuka, meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Risiko dan Tantangan

  • Keterbatasan Konteks: AI tidak memiliki empati atau pemahaman budaya, padahal kebijakan publik seringkali menyangkut aspek sosial yang kompleks.
  • Bias Data: Jika data yang dipakai tidak lengkap atau salah, keputusan AI bisa tetap keliru.
  • Akuntabilitas: Bila Diella salah mengambil keputusan, siapa yang bertanggung jawab AI, pembuat algoritma, atau pemerintah?
  • Legitimasi Politik: Meski Diella disebut “menteri”, ia tidak dipilih rakyat. Ini memunculkan debat tentang demokrasi vs teknokrasi.

Sumber Gambar : https://medium.com/@drritapal/diella-albanias-ai-minister-anti-corruption-ally-or-digital-decoy-fdfaacc2d138

Dampak bagi Demokrasi Global

Kasus Albania memicu perdebatan internasional:

  • Apakah AI seharusnya punya peran formal dalam pemerintahan?
  • Apakah negara lain akan meniru langkah ini, atau justru menolaknya karena berpotensi mengurangi kedaulatan rakyat?
  • Apakah kita sedang menuju era Algorithmic Governance, dimana algoritma punya posisi setara (atau lebih tinggi) dari pejabat publik manusia?

Implikasi bagi Indonesia

Bagi negara seperti Indonesia yang juga menghadapi masalah transparansi birokrasi, eksperimen Albania bisa jadi inspirasi. Namun, adopsi AI dalam pemerintahan harus mempertimbangkan:

  • Kesiapan infrastruktur digital: data pemerintah harus rapi, terintegrasi, dan aman.
  • Literasi teknologi: baik pejabat maupun masyarakat harus paham cara kerja AI.
  • Etika & regulasi: harus jelas batasan peran AI agar tetap sejalan dengan prinsip demokrasi Pancasila.

Kesimpulan

Penunjukan Diella sebagai Menteri Virtual di Albania bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi juga percobaan politik berani. AI kini benar-benar masuk ke ranah kekuasaan, mengubah cara kita memandang pemerintahan. Meski membawa potensi besar untuk transparansi dan efisiensi, risiko terhadap demokrasi dan legitimasi politik tetap nyata. Masa depan mungkin bukan tentang “apakah AI akan memimpin pemerintahan?”, tetapi bagaimana manusia dan AI bisa berbagi peran dalam menjaga negara tetap adil, transparan, dan demokratis.

Penulis

Stefanus Benhard S.Kom., M.Kom.

Referensi

  1. https://knowledgehub.transparency.org/country/albania
  2. https://www.bbc.com/news/articles/cm2znzgwj3xo
  3. https://www.euronews.com/next/2025/09/12/albania-appoints-worlds-first-ai-government-minister-to-root-out-corruption
  4. https://arxiv.org/abs/2503.08725