Di dunia digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Setiap hari, miliaran orang mengakses platform-platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok, untuk berbagi informasi, berkomunikasi, dan bahkan membentuk opini. Di balik setiap interaksi di dunia maya tersebut, terdapat algoritma yang bekerja dengan matematika yang rumit, yang berfungsi untuk memfilter, menyarankan, dan menampilkan konten sesuai dengan preferensi pengguna.

Namun, seberapa besar pengaruh algoritma ini terhadap opini dan perilaku sosial kita? Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai bias algoritma dan manipulasi opini, penting untuk memahami bagaimana matematika dan algoritma berperan dalam membentuk cara kita melihat dunia dan berinteraksi satu sama lain di dunia digital.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas bagaimana algoritma media sosial bekerja, pengaruhnya terhadap opini publik, serta tantangan yang muncul dari penggunaan teknologi ini.

Algoritma Media Sosial: Dasar dan Cara Kerjanya

Algoritma media sosial adalah sistem otomatis yang bertugas untuk menyaring, mengurutkan, dan merekomendasikan konten kepada pengguna. Algoritma ini dirancang dengan menggunakan berbagai teknik matematika dan statistik, yang memungkinkan platform untuk mempersonalisasi pengalaman pengguna. Beberapa teknik yang digunakan dalam algoritma media sosial antara lain:

  1. Machine Learning: Algoritma belajar dari data pengguna, seperti post, like, share, komentar, serta pola interaksi lainnya. Dari data ini, algoritma mencoba memprediksi konten yang kemungkinan besar akan disukai atau diinteraksikan oleh pengguna.
  2. Algoritma Rekomendasi: Platform seperti YouTube atau TikTok menggunakan algoritma rekomendasi yang berbasis pada analisis perilaku pengguna. Algoritma ini mengkategorikan konten berdasarkan minat dan kebiasaan pengguna, lalu menampilkan video atau postingan yang paling relevan.
  3. Teori Graf: Media sosial adalah jaringan yang besar, dan teori graf digunakan untuk menganalisis hubungan antara pengguna, sehingga algoritma dapat memahami bagaimana informasi tersebar di dalam platform. Ini juga berperan dalam menentukan seberapa banyak sebuah postingan akan tersebar (viral).
  4. Analisis Sentimen: Algoritma menggunakan analisis sentimen untuk mendeteksi emosi di balik teks, seperti apakah komentar atau postingan bersifat positif, negatif, atau netral. Hal ini sering digunakan dalam pemasaran atau politik untuk menilai reaksi publik terhadap suatu isu.

Algoritma dan Pembentukan Opini Publik

1. Filter Bubble dan Echo Chamber

Salah satu dampak paling besar dari algoritma media sosial adalah fenomena filter bubble dan echo chamber. Kedua konsep ini mengacu pada situasi di mana pengguna hanya terpapar informasi yang mengonfirmasi keyakinan dan pandangan mereka yang sudah ada, sementara informasi yang bertentangan atau berbeda tidak muncul di lini masa mereka.

  • Filter Bubble terjadi ketika algoritma secara otomatis menyaring informasi berdasarkan interaksi pengguna sebelumnya. Misalnya, jika seseorang sering menyukai dan berkomentar pada konten politik tertentu, algoritma akan terus menampilkan konten serupa, tanpa memberikan banyak keberagaman opini. Ini dapat membatasi pandangan mereka terhadap dunia.
  • Echo Chamber mengacu pada situasi di mana kelompok orang yang memiliki pandangan serupa saling menguatkan opini mereka tanpa adanya ruang untuk perspektif yang berbeda. Dengan algoritma yang terus menerus memberi mereka konten yang selaras dengan pandangan mereka, mereka mungkin merasa semakin yakin bahwa pandangan mereka adalah yang benar.

Kedua fenomena ini dapat mempengaruhi keputusan politik, perilaku sosial, dan hubungan antar individu di dunia nyata.

2. Manipulasi Opini: Politik dan Iklan

Salah satu contoh paling mencolok dari penggunaan algoritma dalam membentuk opini publik adalah di dunia politik dan iklan. Pada pemilu atau kampanye politik, para ahli strategi sering menggunakan data media sosial untuk memanipulasi opini publik.

  • Cambridge Analytica adalah contoh nyata dari bagaimana data pengguna media sosial dapat digunakan untuk mempengaruhi opini publik secara terorganisir. Melalui pengumpulan data besar (big data) dari platform seperti Facebook, mereka menganalisis kecenderungan pemilih dan memanipulasi iklan serta informasi yang ditampilkan untuk mengarahkan keputusan pemilih.
  • Iklan yang dipersonalisasi: Platform seperti Instagram dan Facebook menggunakan algoritma untuk menargetkan iklan kepada pengguna berdasarkan minat mereka yang tercatat sebelumnya. Ini mempengaruhi keputusan konsumen dan dapat membentuk preferensi politik, perilaku konsumen, atau bahkan pandangan sosial.

3. Pengaruh Terhadap Gerakan Sosial

Di sisi positif, algoritma juga telah digunakan untuk mempromosikan gerakan sosial. Hashtag seperti #BlackLivesMatter atau #MeToo menyebar dengan cepat melalui platform media sosial, berkat algoritma yang memfasilitasi penyebaran informasi.

Algoritma berfungsi untuk memperluas jangkauan pesan-pesan ini, memungkinkan mereka untuk mencapai audiens yang lebih luas, menginspirasi aksi, dan bahkan mempengaruhi kebijakan publik. Namun, algoritma juga dapat membuat informasi yang kurang akurat atau hoaks tersebar dengan cepat, yang memperburuk polarisasi sosial.

Dampak Sosial dan Etika Penggunaan Algoritma

Meskipun algoritma dapat meningkatkan pengalaman pengguna dan menghubungkan orang dengan informasi yang lebih relevan, ada beberapa risiko sosial dan etika yang harus diwaspadai:

  1. Bias Algoritma: Algoritma sering kali merefleksikan bias dari data yang digunakan untuk melatih mereka. Misalnya, jika data yang digunakan dalam algoritma berasal dari sumber yang tidak seimbang, hasil yang dihasilkan mungkin juga tidak adil atau diskriminatif. Bias ini dapat memperburuk ketidaksetaraan sosial dan bahkan merugikan kelompok tertentu.
  2. Manipulasi dan Disinformasi: Penggunaan algoritma untuk menyebarkan disinformasi atau memanipulasi opini publik dalam konteks politik atau sosial merupakan ancaman besar. Penggunaan data pribadi untuk tujuan tertentu tanpa transparansi juga dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap platform media sosial.
  3. Kontrol dan Transparansi: Salah satu tantangan utama adalah kurangnya transparansi dalam cara algoritma bekerja. Pengguna jarang tahu mengapa mereka menerima konten tertentu dan bagaimana algoritma membuat keputusan. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai hak privasi dan kontrol data.

 

Algoritma media sosial adalah alat yang sangat kuat yang menggunakan matematika dan statistik untuk mempersonalisasi pengalaman pengguna dan menyebarkan informasi. Namun, dampaknya terhadap opini publik sangat besar. Di satu sisi, algoritma bisa membuka ruang bagi gerakan sosial dan membantu menyebarkan informasi yang bermanfaat. Di sisi lain, ia juga bisa memperburuk polarisasi sosial, menyebarkan disinformasi, dan memperkuat bias yang ada dalam masyarakat.

Dalam era digital ini, penting bagi kita untuk menyadari peran algoritma dalam membentuk cara kita berpikir, berbicara, dan berinteraksi. Mengedukasi masyarakat tentang transparansi algoritma, kritis terhadap sumber informasi, dan berpikiran terbuka akan membantu kita mengurangi dampak negatif dan memanfaatkan potensi positif dari media sosial.

Penulis: Almuzhidul Mujhid, S.Si., M.Kom

Referensi

https://www.theguardian.com/media/2024/feb/06/social-media-algorithms-amplifying-misogynistic-content

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11373151/

https://www.technologyreview.com/2023/10/04/1080801/generative-ai-boosting-disinformation-and-propaganda-freedom-house/

https://www.nytimes.com/2022/07/30/opinion/algorithm-innovation-decadence.html

 Link: