Source: Unsplash

Pada beberapa tahun terakhir ini, ChatGPT telah menjadi platform paling populer dari kemajuan Artificial Intelligence (AI). Model yang dikembangkan oleh OpenAI ini merevolusi cara manusia berinteraksi dengan teknologi, mulai dari pendidikan, layanan pelanggan, hingga industri kreatif. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul pertanyaan penting yang kini ramai dibahas dalam komunitas ilmiah dan lingkungan, yaitu apa dampak ekologis dari menjalankan model sebesar ini? Penggunaan energi yang masif, emisi karbon yang tinggi, serta konsumsi air dalam jumlah besar menunjukkan bahwa kecerdasan buatan bukan hanya soal logika dan data, tetapi juga memiliki biaya lingkungan yang nyata. Artikel ini akan membahas secara komprehensif dampak lingkungan dari ChatGPT, baik dari sisi jejak karbon maupun air, serta berbagai strategi mitigasi untuk mewujudkan pengembangan AI yang lebih berkelanjutan.  

Konsumsi Energi dan Jejak Karbon Model LLM 

Training Large Language Model (LLM) seperti GPT-3 memerlukan sumber daya komputasi yang sangat besar. Menurut Bhaskar & Seth. (2023), proses pelatihan GPT-3 mengonsumsi sekitar 1.287 MWh listrik dan menghasilkan sekitar 502 ton CO₂, setara dengan emisi tahunan dari lebih dari 100 orang. Tidak hanya itu, versi ChatGPT saat ini bahkan melebihi angka tersebut, dengan estimasi jejak karbon mencapai 8,4 ton CO₂ per tahun hanya untuk menjalankan server inference. Jejak karbon tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti energi yang digunakan untuk pelatihan dan pemrosesan permintaan (prompt) pengguna, pendinginan server dan pusat data, serta infrastruktur digital dan jaringan komunikasi yang menopang layanan ini secara global. Lebih lanjut lagi, laporan dari Euronews (2023) menunjukkan bahwa beban karbon dari AI secara global terus meningkat seiring dengan adopsi masifnya, terutama oleh perusahaan teknologi besar.  

Source: Bhaskar & Seth (2023) 

Tidak hanya proses pelatihan, penggunaan harian ChatGPT juga berkontribusi signifikan terhadap konsumsi energi global. Menurut Wright (2023) melalu Business Energy UK, setiap permintaan (prompt) ke ChatGPT memerlukan energi hingga 0,3 Wh atau sekitar 10 kali lipat dari konsumsi energi satu pencarian Google standar. Jika dikalikan dengan jutaan prompt yang dilayani setiap hari, angka ini menunjukkan beban listrik yang sangat besar dan tidak diketahui oleh pengguna. Dalam ulasan oleh Nilanth (2023) juga disorot bahwa penggunaan ChatGPT secara masif dapat menimbulkan efek akumulatif, di mana setiap interaksi pengguna menyumbang emisi dan konsumsi listrik mikro yang terus terakumulasi dalam skala global, mirip dengan fenomena “emisi tersembunyi” pada internet of things (IoT). 

Water Footprint Chat GPT: Jejak Air yang Tidak Terlihat 

Selain emisi karbon, salah satu aspek lingkungan yang sering terabaikan dalam pembahasan teknologi AI adalah jejak air (water footprint). George et al. (2023) mencatat bahwa proses pelatihan GPT-3 membutuhkan lebih dari 700.000 galon air segar, terutama digunakan untuk mendinginkan server pusat data selama pelatihan berlangsung. Jumlah ini setara dengan kebutuhan air untuk memproduksi lebih dari 300 unit kendaraan listrik Tesla (Yadav, 2023). Meskipun air tidak digunakan secara langsung oleh model, proses pendinginan dan pembangkitan energi listrik menjadikan air sebagai komponen tidak langsung, tetapi kritis dalam siklus hidup teknologi ini. Bahkan, saat pengguna mengajukan prompt ke ChatGPT, model tetap menjalankan proses inference yang memerlukan pendinginan server. Sam Altman, CEO OpenAI, menyebut bahwa setiap permintaan ke ChatGPT menggunakan sekitar 0,3 mililiter air atau setara 1/15 sendok the air. Namun, kajian akademik menyatakan bahwa jika mempertimbangkan keseluruhan siklus pendinginan dan energi, penggunaan air per prompt bisa mencapai 10 mililiter. Peneliti Shaolei Ren dari University of California, Riverside, memperkirakan bahwa sekitar 500 mililiter air dikonsumsi untuk setiap 5 hingga 50 prompt yang dijawab oleh ChatGPT (Singh, 2023). 

Dampak tersebut tidak hanya terbatas pada fase pelatihan, tetapi juga berlangsung secara berkelanjutan selama layanan AI digunakan dalam skala besar. Laporan dari Singh (2023) dalam Business Today mencatat bahwa penggunaan air oleh Microsoft mengalami lonjakan signifikan, hingga ribuan galon, setelah mengimplementasikan model AI berbasis ChatGPT di pusat datanya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan infrastruktur cloud berperforma tinggi juga membawa konsekuensi lingkungan yang nyata. Chen (2023) menambahkan bahwa konsumsi air yang tinggi, terutama untuk sistem pendinginan di pusat data, berisiko memperparah krisis air bersih di wilayah yang sudah rentan terhadap kekeringan. Risiko ini semakin besar jika lokasi pusat data berada di daerah dengan iklim panas dan sistem manajemen sumber daya air yang belum optimal. 

Dalam konteks tersebut, mekanisme konsumsi air dalam pusat data modern dapat dijelaskan melalui skema berikut. Gambar di bawah menunjukkan bagaimana air digunakan dalam sistem pendinginan pusat data. Air digunakan baik secara langsung untuk menstabilkan suhu server (Scope-1), maupun secara tidak langsung dalam proses pembangkitan listrik (Scope-2). Ilustrasi ini memperlihatkan bahwa beban konsumsi air tidak hanya berasal dari pendinginan lokal, tetapi juga dari proses energi yang jauh lebih luas. 

Source: Chen (2024) 

1. Implikasi Ekologis dan Ketimpangan Global 

Dampak ekologis dari AI seperti ChatGPT tidak terjadi dalam ruang hampa. Pusat data sering kali dibangun di wilayah dengan akses energi tinggi, namun tidak jarang wilayah tersebut juga menghadapi keterbatasan sumber daya air. Kondisi ini menimbulkan ironi ekologis, yakni di satu sisi terjadi kemajuan teknologi tinggi, sementara di sisi lain masyarakat setempat menghadapi tantangan mendasar terkait akses air bersih. Shreedhar (2023) menyatakan bahwa peningkatan kebutuhan air untuk mendinginkan pusat data AI berpotensi memperburuk kesenjangan akses air, terutama di negara-negara berkembang yang infrastruktur airnya masih terbatas.  

Selain itu, isu keberlanjutan AI juga berkaitan erat dengan penggunaan logam tanah jarang dan semikonduktor dalam perangkat keras, yang memperbesar tekanan terhadap rantai pasok global dan ekosistem alam. Aspek limbah elektronik (e-waste) menjadi perhatian tersendiri karena perangkat keras yang cepat usang berkontribusi pada peningkatan limbah berbahaya jika tidak dikelola dengan benar. Lebih lanjut, Shreedhar melalui laporan di LiveMint (2023) juga menyoroti bahwa jejak karbon kolektif dari perusahaan teknologi besar seperti OpenAI, Microsoft, dan Google kini menjadi sorotan utama dalam agenda keberlanjutan digital global. Ia menyerukan agar perusahaan tidak hanya berlomba dalam meningkatkan kapasitas dan kecerdasan model AI, tetapi juga mempertimbangkan lifecycle assessment sebagai bagian integral dari tanggung jawab lingkungan dalam inovasi teknologi. 

2. Strategi Mitigasi dan Inisiatif Berkelanjutan 

Mengurangi dampak lingkungan dari AI tidak bisa hanya dibebankan kepada pengguna. Menurut Bhaskar & Seth (2023), beberapa solusi konkret dapat diimplementasikan oleh pengembang, operator pusat data, dan komunitas AI secara luas, yaitu sebagai berikut: 

  • Model compression dan knowledge distillation: Mengurangi ukuran model tanpa kehilangan performa sehingga lebih hemat energi. 
  • Penggunaan energi terbarukan: Mengalihkan pusat data ke sumber energi yang rendah karbon, seperti tenaga surya atau hidro. 
  • Optimalisasi lokasi pusat data: Menempatkan data center di wilayah beriklim dingin atau dekat sumber daya terbarukan. 
  • Pengawasan carbon dan water footprint: Meningkatkan transparansi dan pelaporan terkait konsumsi energi dan air oleh model AI. 
  • Kesadaran publik dan etika AI: Edukasi pengguna agar tidak menggunakan AI secara berlebihan. 

 

Penutup 

ChatGPT, seperti banyak model AI lainnya, membawa manfaat besar dalam dunia digital, tetapi juga menyisakan jejak ekologis yang tidak boleh diabaikan. Pelatihan dan pengoperasian model besar ini membutuhkan energi, air, dan sumber daya alam dalam jumlah besar, yang jika tidak dikendalikan, dapat memperburuk tantangan lingkungan global. Oleh karena itu, penting bagi pengembang, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam desain, implementasi, dan penggunaan teknologi AI. Praktik seperti efisiensi algoritmik, penggunaan energi hijau, dan akuntabilitas terhadap jejak lingkungan harus menjadi standar dalam pengembangan AI di masa depan. Dengan pendekatan yang bertanggung jawab, kita tidak hanya bisa memanfaatkan potensi AI secara maksimal, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang.  

 

Penulis 

Satriadi Putra Santika 

FDP Scholar 

Daftar Pustaka 

  1. Bhaskar, P., & Seth, N. (2023). Environment and sustainability development: A ChatGPT perspective. Applied Data Science and Smart Systems. 
  2. Chen, L. (2023). ChatGPT’s water usage and sustainability concerns. Medium. https://medium.com/readers-club/chatgpt-water-usage-1a1167244a5a. Di akses 29 Juni 2025. 
  3. Euronews. (2023). Chat: What is the carbon footprint of generative AI models? https://www.euronews.com/next/2023/05/24/chatgpt-what-is-the-carbon-footprint-of-generative-ai-models. Di akses 29 Juni 2025. 
  4. George, A. S., et al. (2023). The environmental impact of AI: A case study of water consumption by ChatGPT. Zenodo. https://doi.org/10.5281/zenodo.7855594. 
  5. Nilanth. (2023). How much energy does ChatGPT use per prompt? A look at its hidden environmental costs. DEV Community. https://dev.to/nilanth/how-much-energy-does-chatgpt-use-per-prompt-a-look-at-its-hidden-environmental-costs-2j3a. Di akses 29 Juni 2025. 
  6. Shreedhar, N. (2023). AI and its carbon footprint: How much water does ChatGPT consume?. LiveMint. https://www.livemint.com/mint-lounge/ideas/ai-carbon-footprint-openai-chatgpt-water-google-microsoft-111697802189371.html. Di akses 29 Juni 2025. 
  7. Singh, P. (2023). Every time you talk to ChatGPT it drinks 500ml of water; here’s why. Business Today. https://www.businesstoday.in/technology/news/story/microsofts-water-usage-surges-by-thousands-of-gallons-after-the-launch-of-chatgpt-study-397951-2023-09-11. Di akses 29 Juni 2025. 
  8. Wright, I. (2025). ChatGPT energy consumption visualized. Business Energy UK. https://www.businessenergyuk.com/knowledge-hub/chatgpt-energy-consumption-visualized/. Di akses 29 Juni 2025. 
  9. Yadav, P. (2023). Explained: What is the water footprint of AI? IndiaTimes. https://www.indiatimes.com/explainers/news/explained-what-is-the-water-footprint-of-ai-and-how-ai-tools-are-raising-environmental-concerns-603277.html. Di akses 29 Juni 2025.