Pola Bicara AI Bisa Membentuk Kebiasaan Bahasa Kita Studi Terbaru Ungkap Perilaku Linguistik Baru
Pendahuluan
Seiring meningkatnya interaksi manusia dengan chatbot seperti ChatGPT, Claude, atau Gemini, muncul fenomena baru di bidang linguistik: AI bukan hanya menyesuaikan bahasa dengan kita, tetapi juga perlahan membentuk cara kita berbicara dan menulis. Studi terbaru dalam bidang computational linguistics menunjukkan bahwa pengguna yang sering berinteraksi dengan AI cenderung meniru gaya bahasa mesin, baik dalam pilihan kata, struktur kalimat, maupun ekspresi bicara. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan menarik: apakah bahasa manusia sedang berubah karena AI?

(Sumber Gambar : https://bigthink.com/the-present/danger-conversational-ai/ )
Bahasa yang Menular
AI terbiasa menggunakan bahasa yang jelas, formal, dan sopan. Jika Anda sering menggunakan ChatGPT, mungkin tanpa sadar Anda ikut meniru pola tersebut. Kalimat panjang yang tersusun rapi, frasa seperti “berikut adalah poin penting”, atau bahkan kebiasaan menutup dengan “terima kasih” kini tidak lagi eksklusif milik chatbot. Banyak orang membawanya ke email kerja, laporan kuliah, bahkan percakapan santai.
Fenomena ini disebut linguistic alignment, dimana ketika dua pihak menyesuaikan gaya bahasa satu sama lain dalam interaksi. Biasanya alignment ini terjadi antar manusia, tetapi kini AI ikut masuk dalam proses itu. Hasilnya, bahasa manusia menjadi lebih homogen, seakan dipoles oleh mesin.
Bagaimana AI Mempengaruhi Bahasa Kita
- Penggunaan Frasa Baru: Chatbot sering menggunakan frasa seperti “berdasarkan informasi terbaru” atau “berikut adalah poin-poin penting”, yang kemudian ditiru pengguna dalam percakapan sehari-hari maupun tulisan akademik.
- Struktur Kalimat Lebih Formal: Interaksi dengan AI mendorong sebagian orang memakai kalimat panjang dan terstruktur, berbeda dengan gaya lisan yang lebih singkat.
- Karakter Bicara: AI yang dirancang netral dan sopan menularkan kebiasaan penggunaan kata seperti “mohon”, “terima kasih”, atau “tolong klarifikasi” pada penggunanya.
- Pengulangan Pola Jawaban: Karena AI dilatih dengan format tertentu, pola “poin 1, poin 2, poin 3” juga banyak dipakai manusia setelah sering berinteraksi dengannya.
Riset Terkini
- Sebuah studi yang dilakukan oleh Sterken et al, 2025 menemukan bahwa mahasiswa yang sering menggunakan ChatGPT menunjukkan pergeseran gaya menulis menjadi lebih homogen, mirip “suara AI” dibandingkan gaya individu [1].
- Penelitian linguistik di University of Edinburgh mengamati adanya AI linguistic alignment: kecenderungan manusia meniru pilihan kata AI ketika berbicara dalam jangka panjang [2].
Dampaknya untuk Kita
Perubahan ini membawa sisi positif dan negatif. Di satu sisi, komunikasi jadi lebih rapi, jelas, dan mudah dipahami. Orang yang tadinya kesulitan menulis formal bisa terbantu. Namun disisi lain, ada risiko kehilangan keunikan personal. Bahasa bisa menjadi seragam, seperti ada “aksen AI” global yang dipakai semua orang. Bayangkan generasi muda di berbagai negara berbicara dengan gaya yang sama, praktis, sopan, tapi kurang akan variasi budaya masing-masing.
Konteks Indonesia
Bagi Indonesia, fenomena ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Bahasa Indonesia kaya dengan dialek, slang, dan ekspresi lokal yang memperkaya komunikasi kita. Namun jika AI yang kita pakai kebanyakan dilatih dari bahasa Inggris, kita berisiko mengadopsi gaya yang semakin menjauh dari identitas lokal. Disinilah riset dan inovasi dibutuhkan: bagaimana mengembangkan AI yang tidak hanya bisa berbahasa Indonesia, tetapi juga memahami ragam lokal seperti Jawa, Sunda, atau Bugis.
Kesimpulan
AI kini bukan sekadar alat bantu menulis atau menjawab pertanyaan. Ia perlahan menjadi “guru bahasa”, yang memengaruhi cara kita berbicara dan menulis. Studi terbaru membuktikan bahwa kebiasaan linguistik manusia berubah karena AI. Pertanyaannya: apakah kita siap menerima bahasa global hasil kolaborasi manusia dan mesin, atau kita harus lebih sadar menjaga keragaman bahasa agar tidak hilang ditelan keseragaman digital?
Penulis
Stefanus Benhard S.Kom., M.Kom.
Referensi
- https://arxiv.org/html/2505.22907v1
- https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0010027725000393
- https://arxiv.org/abs/2401.16587
Comments :