Source: Google

Kita semua suka cerita. Cerita itu punya awal, tengah, dan akhir. Sama seperti cerita biasa, data juga bisa diceritakan. Hanya saja, sebagai data storyteller, tugasmu adalah menentukan apa yang masuk ke awal, tengah, dan akhir cerita itu [1]. Data storytelling bukan sekadar menampilkan grafik atau tabel. Ini tentang mengajak audiens mengikuti perjalanan data: dari masalah yang mereka hadapi, insight yang ditemukan, sampai solusi yang bisa mereka Gunakan [2].

Awal Cerita: Memperkenalkan Masalah

Setiap cerita yang menarik selalu punya konflik. Dalam data storytelling, konflik itu biasanya muncul dari masalah yang relevan bagi audiens. Misalnya, perusahaan e-commerce ingin tahu mengapa penjualan tiba-tiba turun [3]. Jangan langsung kasih solusinya. Sama seperti cerita yang baik, data story butuh suspense. Buat audiens berpikir, “Oh, ini masalah yang penting bagi saya. Bagaimana ini bisa dipecahkan?” Di tahap awal ini, tujuanmu adalah membuat audiens peduli dengan masalah yang akan kamu ceritakan. Tanpa perhatian mereka, insight apa pun yang kamu temukan akan kehilangan dampaknya.

Tengah Cerita: Menelusuri Perjalanan Data

Setelah masalah diperkenalkan, saatnya masuk ke bagian tengah cerita. Di sinilah kamu memberi konteks, menjelaskan bagaimana data dikumpulkan, dianalisis, dan insight apa yang muncul selama perjalanan itu [2]. Misalnya, tim data menemukan bahwa penurunan penjualan berkaitan dengan keterlambatan pengiriman dan masalah stok produk tertentu. Di bagian ini, audiens melihat “perjalanan detektif” yang dilakukan oleh data scientist, dari data mentah sampai insight yang jelas. Bagian tengah ini juga tempat kamu mulai memperkenalkan solusi berbasis data. Tapi tetap, jangan buru-buru menutup cerita. Biarkan audiens merasakan perjalanan penemuan itu, sehingga insight yang kamu sampaikan terasa logis dan berdampak.

Akhir Cerita: Menyampaikan Insight dan Aksi

Di akhir cerita, waktunya untuk menyimpulkan dan menutup lingkaran. Kembalikan audiens ke masalah awal, tunjukkan insight utama, dan beri rekomendasi tindakan yang jelas [3]. Misalnya, tim bisa menyarankan perbaikan logistik atau strategi stok baru untuk meningkatkan penjualan. Di sinilah call to action sangat penting. Jika perlu, ulangi pesan inti. Mengulang beberapa kali tidak masalah karena itu membantu audiens mengingat insight utama dan langkah yang harus diambil [1].

Struktur Naratif yang Bisa Digunakan

Beberapa ahli menawarkan struktur naratif yang bisa dijadikan panduan dalam data storytelling:

  1. Setting – Perkenalkan masalah dan berikan konteks.
  2. Rising Insights – Sajikan detail dan temuan penting dari data.
  3. Aha Moment – Saatnya insight utama muncul, momen “aha” bagi audiens.
  4. Solution & Next Steps – Tampilkan solusi dan ajakan bertindak.

Dengan struktur ini, data storymu akan mengalir seperti cerita yang alami, mudah diikuti, dan efektif menyampaikan pesan.

Mengapa Data Storytelling Penting

Data storytelling membantu audiens memahami data yang kompleks. Tidak semua orang nyaman membaca grafik atau spreadsheet. Dengan cerita, data menjadi lebih hidup, relevan, dan mudah dipahami [4]. Baik di dunia bisnis, kesehatan, pendidikan, atau teknologi, kemampuan untuk menyampaikan insight dari data secara jelas dan menarik adalah skill yang sangat berharga. Mahasiswa dan profesional yang menguasainya dapat membuat keputusan lebih baik, menginspirasi tim, dan memberikan dampak nyata [3].

Penulis:

Noviyanti Tri Maretta Sagala, S.TI., M.Sc

Referensi:

  1. Khan, E. (2021). Data Storytelling for Business. Data Presentation Blog.
  2. Dykes, B. (2019). Effective Data Storytelling: How to Drive Change with Data, Narrative, and Visuals. Wiley.
  3. Knaflic, C. N. (2015). Storytelling with Data: A Data Visualization Guide for Business Professionals. Wiley.
  4. (2025). What is Data Storytelling? Diakses dari https://www.tableau.com/learn/articles/data-storytelling