Pernahkah kamu bertanya-tanya kenapa sebagian orang langsung mencoba aplikasi baru begitu dirilis, sementara sebagian lainnya justru menolak? Misalnya, ada mahasiswa yang antusias memakai aplikasi e-learning, tapi ada juga yang lebih suka cara lama. Atau ketika perusahaan memperkenalkan sistem kerja digital, sebagian karyawan langsung menyesuaikan diri, sementara yang lain merasa kewalahan. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui sebuah kerangka yang sudah ada sejak 1980-an: Technology Acceptance Model (TAM).

Model ini membantu kita memahami mengapa seseorang mau atau enggan menggunakan teknologi baru, bukan hanya karena fitur atau performanya, tetapi karena persepsi dan sikap pengguna itu sendiri.

Apa Itu Technology Acceptance Model?

Technology Acceptance Model (TAM) diperkenalkan oleh Fred D. Davis pada tahun 1986 dan menjadi salah satu teori paling berpengaruh dalam bidang sistem informasi. TAM berusaha menjawab satu pertanyaan sederhana: Apa yang membuat seseorang menerima atau menolak sebuah teknologi?

Menurut Davis (1989), keputusan seseorang untuk menggunakan teknologi dipengaruhi oleh dua faktor utama:

  1. Perceived Usefulness (PU): Sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan teknologi akan meningkatkan kinerjanya.
  2. Perceived Ease of Use (PEOU): Sejauh mana seseorang percaya bahwa teknologi tersebut mudah digunakan.

Kedua faktor ini saling berkaitan. Jika seseorang merasa bahwa teknologi mudah digunakan, ia akan lebih mungkin melihatnya sebagai sesuatu yang berguna. Kedua persepsi ini kemudian membentuk sikap terhadap penggunaan (Attitude Toward Use), yang pada akhirnya memengaruhi niat perilaku (Behavioral Intention) dan berujung pada penggunaan aktual (Actual Use).

Contoh Nyata

Sebuah universitas meluncurkan platform e-learning baru, sebagian mahasiswa langsung mencoba karena merasa mudah diakses dan membantu belajar mandiri (tinggi PU dan PEOU). Sebaliknya, jika tampilannya rumit dan sering error, mahasiswa akan enggan menggunakannya meskipun isinya sama bermanfaat.

Contoh lainnya dapat kita lihat dalam penggunaan aplikasi mobile banking. Pengguna cenderung mau berpindah dari layanan konvensional ke digital jika mereka merasa aman, mudah digunakan, dan mempermudah transaksi. Jika aplikasinya rumit atau sering gagal login, rasa frustrasi dapat menjadi deal-breaker.

Hal serupa juga berlaku untuk teknologi baru seperti AI tools (ChatGPT, Copilot, Gemini, dll.). Pengguna baru mungkin tertarik mencoba karena penasaran, tapi akan terus menggunakannya hanya jika mereka merasa teknologi tersebut benar-benar membantu dan tidak sulit digunakan.

Bagaimana Model Ini Bekerja

Sumber: https://www.mdpi.com/2076-3417/10/22/8299

Secara sederhana, TAM bisa digambarkan dalam alur berikut:

Perceived Ease of Use → Perceived Usefulness → Attitude Toward Use → Behavioral Intention → Actual Use

Artinya, jika seseorang merasa teknologi mudah digunakan, ia cenderung melihatnya berguna. Dari sana muncul sikap positif yang mendorong niat untuk terus menggunakan teknologi tersebut.

Model ini menunjukkan bahwa penerimaan teknologi tidak hanya soal logika, tapi juga soal persepsi subjektif. Dua orang bisa menilai teknologi yang sama secara berbeda tergantung pada pengalaman, kenyamanan, dan kepercayaannya terhadap teknologi.

Faktor Tambahan dalam Pengembangan TAM

Seiring perkembangan zaman, TAM telah diperluas menjadi beberapa versi baru seperti TAM2 dan TAM3, serta teori turunan seperti UTAUT (Unified Theory of Acceptance and Use of Technology).

Model-model baru ini menambahkan faktor sosial, kepercayaan, dan konteks organisasi, misalnya:

  • Subjective Norm: pengaruh orang lain atau lingkungan terhadap keputusan seseorang menggunakan teknologi.
  • Perceived Trust: rasa percaya terhadap keamanan dan privasi sistem.
  • Facilitating Conditions: ketersediaan dukungan teknis atau infrastruktur yang mempermudah penggunaan.

Faktor-faktor ini penting, terutama di era digital saat ini, di mana penerimaan teknologi seringkali dipengaruhi oleh reputasi platform dan rekomendasi sosial.

 

Mengapa TAM Masih Relevan Hari Ini

Walau diperkenalkan pertama kali sejak lebih dari 30 tahun lalu, TAM tetap menjadi model paling sering digunakan dalam penelitian tentang penerimaan teknologi. Alasannya sederhana: perilaku manusia terhadap inovasi tidak berubah secepat teknologinya.

Kita masih mempertimbangkan hal yang sama seperti dulu, apakah teknologi ini berguna, mudah digunakan, dan bisa dipercaya. Dari e-learning, fintech, hingga AI, semua bergantung pada persepsi dan kenyamanan pengguna.

Penutup

Technology Acceptance Model membantu kita memahami bahwa keberhasilan teknologi bukan hanya soal kecanggihan fitur, tetapi tentang bagaimana pengguna memandangnya. Teknologi yang dirancang dengan mempertimbangkan kemudahan dan manfaat nyata akan lebih cepat diterima dan digunakan.

 

Referensi

Davis, F. D. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use, and user acceptance of information technology. MIS Quarterly, 13(3), 319–340.

Dziak (2024). Technology acceptance model (TAM). https://www.ebsco.com/research-starters/technology/technology-acceptance-model-tam.

Park, E. S., & Park, M. S. (2020). Factors of the Technology Acceptance Model for Construction IT. Applied Sciences, 10(22), 8299. https://doi.org/10.3390/app10228299

Venkatesh, V., & Davis, F. D. (2000). A theoretical extension of the technology acceptance model: Four longitudinal field studies. Management Science, 46(2), 186–204.

 

Oleh: Muhammad Alfhi Saputra, S.Kom., M.Kom.