Fenomena Overthinking di Era Digital: Kenapa Makin Parah?

(Sumber: Courtesy of Unsplash)
Di era digital, banyak orang merasa pikirannya semakin penuh, sulit tenang, dan mudah terpancing kekhawatiran berlebihan. Istilah overthinking makin sering terdengar, terutama di kalangan siswa SMA dan mahasiswa. Menariknya, banyak penelitian menunjukkan bahwa perkembangan teknologi berperan dalam meningkatnya kecenderungan overthinking ini.
Apa yang membuat overthinking semakin parah di era digital? Berikut penjelasan ringkas dan relevan untuk pembaca umum.
- Informasi Berlebihan Membuat Otak Kewalahan

(Sumber: Courtesy of Unsplash)
Internet menyediakan informasi tanpa batas. Setiap hari kita diserbu berita, opini, analisis, komentar, dan spekulasi.
Bagi otak, ini menciptakan kondisi yang disebut information overload—terlalu banyak informasi hingga sulit memproses mana yang penting dan mana yang tidak.
Akibatnya:
- otak mudah kelelahan
- muncul kecemasan karena banyak pilihan
- sulit membuat keputusan sederhana
- muncul rasa takut ketinggalan informasi
Fenomena ini memicu lingkaran overthinking yang sulit dihentikan.
- Media Sosial Membuat Kita Terjebak Perbandingan

(Sumber: Courtesy of Unsplash)
Media sosial penuh dengan pencapaian, standar ideal, dan kehidupan orang lain yang tampaknya sempurna. Algoritma memperkuat konten yang membuat kita betah scrolling, sehingga feed kita dipenuhi hal-hal yang memicu perbandingan.
Inilah yang disebut social comparison trap, yang membuat seseorang:
- mempertanyakan diri sendiri
- merasa tidak cukup
- mengantisipasi penilaian orang lain
- menganalisis setiap tindakan berlebihan
Perbandingan sosial adalah salah satu pemicu overthinking paling kuat pada remaja dan mahasiswa.
- Notifikasi Mengganggu Ritme Mental

(Sumber: Courtesy of Unsplash)
Notifikasi yang terus masuk mengganggu kemampuan otak untuk fokus. Setiap gangguan kecil memutus alur berpikir dan membuat otak harus “mengulang ulang” proses pengolahan informasi.
Gangguan ini menyebabkan:
- pikiran lebih mudah melompat-lompat
- sulit berkonsentrasi jangka panjang
- meningkatnya kecemasan ketika ada notifikasi baru
- kecenderungan memikirkan terlalu banyak hal sekaligus
Lingkungan digital membuat otak sulit beristirahat dari stimulasi.
- Terbiasa Menganalisis Berlebihan
Akses informasi membuat kita mudah membaca:
- banyak opini
- banyak perspektif
- banyak kemungkinan skenario
Kabar baiknya: kita lebih informatif.
Kabar buruknya: kita jadi mudah terjebak dalam rumination—mengulang pikiran yang sama berulang-ulang, terutama pikiran negatif.
Perpaduan antara data berlimpah dan ketidakpastian membuat seseorang merasa harus mempertimbangkan terlalu banyak faktor dalam setiap keputusan.
- Kurangnya Waktu Hening
Lingkungan digital menghilangkan ruang untuk “keheningan mental”. Setiap jeda kosong langsung diisi dengan scrolling, musik, podcast, atau video pendek.
Padahal, waktu hening sangat penting untuk:
- menenangkan pikiran
- mencerna emosi
- menata prioritas
- memulihkan mental
Tanpa ruang hening, pikiran menjadi penuh dan sulit ditata—menyebabkan overthinking semakin menguat.
Kesimpulan
Overthinking di era digital bukan terjadi begitu saja. Ia muncul akibat kombinasi antara informasi berlebihan, perbandingan sosial, gangguan notifikasi, analisis berlebih, dan hilangnya ruang hening dalam kehidupan sehari-hari.
Memahami faktor-faktor ini dapat membantu kita lebih sadar, lebih bijaksana dalam menggunakan teknologi, dan lebih mampu menjaga kesehatan mental di dunia yang semakin cepat.
Penulis
Hidayaturrahman
Referensi
Bawden, D., & Robinson, L. (2009). The dark side of information: overload, anxiety and other paradoxes and pathologies. Journal of Information Science, 35(2), 180–191.
Verduyn, P., et al. (2020). Social media and well-being: It’s complicated. Trends in Cognitive Sciences, 24(4), 279–281.
Nolen-Hoeksema, S., Wisco, B. E., & Lyubomirsky, S. (2008). Rethinking rumination. Perspectives on Psychological Science, 3(5), 400–424.
Comments :