Geoinformatika: Perpaduan Multidisipliner yang Bukan Sekadar Membuat Peta!
Sumber: https://unsplash.com/photos/a-tablet-with-a-map-on-the-screen-op_VsxiW0mU
Selama ini, banyak dari kita mungkin menganggap peta sekadar alat untuk menunjukkan arah. Namun, di balik peta digital masa kini, terdapat kolaborasi hebat dari berbagai disiplin ilmu—geospasial (keruangan), informatika, matematika, dan statistika. Keempat bidang ilmu ini berpadu membentuk fondasi Geoinformatika.
Melalui integrasi tersebut, beragam inovasi dapat diwujudkan, seperti memantau kejadian banjir melalui citra satelit, membuat peta sawah menggunakan drone, atau memetakan tingkat kemacetan di kawasan perkotaan. Kini, peta bukan lagi sekadar petunjuk arah, melainkan juga menjadi solusi nyata untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan masyarakat modern. Tidak hanya fokus pada pengolahan data keruangan, geoinformatika kini banyak digunakan untuk pengelolaan lingkungan, mitigasi bencana, tata kota, hingga kebijakan publik berbasis bukti. Dengan adanya kolaborasi antara sains data, teknologi pemrograman, dan keahlian matematika-statistika, setiap tantangan di era data besar dan transformasi digital memiliki solusi kreatif dan terukur.
Evolusi dan Lompatan Geoinformatika: Dari GIS hingga Era Geo-AI
Perjalanannya dimulai dari GIS (Geographic Information System) pada 1960-an, ketika digitalisasi data spasial mulai digunakan dalam pengelolaan sumber daya dan perencanaan wilayah secara efektif. Seiring berkembangnya komputer, perangkat lunak, dan konektivitas digital, GIS berevolusi menjadi platform analisis spasial yang jauh lebih dinamis dan interaktif. Transformasi berikutnya terjadi saat kemajuan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning mulai diaplikasikan untuk mengolah data spasial dalam volume besar (big data). Inilah yang dikenal sebagai Geo-AI (Geospatial Artificial Intelligence) yang diperkenalkan oleh ESRI. Melalui Geo-AI, pengguna kini dapat mendeteksi perubahan lahan secara otomatis, memetakan risiko bencana hingga proyeksi urbanisasi masa depan hanya dengan analisis citra satelit dan sensor cerdas berbasis deep learning. Lompatan teknologi ini tidak saja membuat segala analisis lebih presisi, melainkan juga menyediakan insight prediktif dalam pengambilan keputusan mitigasi bencana, pengelolaan lingkungan, dan perencanaan ruang yang lebih tertata.
Ragam Data Geospasial: Sensor Satelit, Udara, hingga IoT
Sumber: https://unsplash.com/photos/a-satellite-satellite-flying-over-the-earth-HsqBGASgXJA
Dalam ekosistem geoinformatika, data adalah bahan bakar utama. Pengumpulan data geospasial meliputi berbagai sumber, antara lain:
- Citra Satelit Multispektral (Sentinel-2, Landsat 8): Menghadirkan data warna bumi secara detail dalam banyak kanal spektral untuk analisis pertanian, lingkungan, kehutanan, dan penataan ruang.
- Synthetic Aperture Radar (SAR) (Sentinel-1, RADARSAT): Memungkinkan pemetaan permukaan bumi, bahkan saat cuaca mendung atau malam hari, sangat penting untuk monitoring bencana seperti banjir/lumpur.
- Citra Udara dan Drone: Menyediakan resolusi sangat tinggi untuk kebutuhan survei wilayah kecil, urban planning, hingga pemantauan infrastruktur.
- LiDAR: Sensor laser ini digunakan untuk membangun model elevasi permukaan secara tiga dimensi, vital untuk studi kebencanaan dan tata kota.
- Sensor IoT dan GNSS: Di era Smart City, sensor terdistribusi hingga smartphone masyarakat ikut berperan dalam menyediakan data spasial secara real time.
Dengan berbagai sumber data tersebut, analisis spasial kini bisa berjalan lebih akurat, cepat, dan responsif menghadapi dinamika lingkungan maupun pembangunan.
Open Source Tools: Pilar Inovasi Geospasial Zaman Now

Sumber: https://earthengine.google.com/
Dalam ekosistem geoinformatika modern, peranan perangkat lunak open source menjadi semakin penting untuk mendukung berbagai proses analisis dan pengembangan aplikasi spasial. Beragam tools inovatif kini tersedia secara bebas, memudahkan kolaborasi lintas disiplin serta mempercepat penerapan solusi berbasis data spasial di berbagai bidang, seperti:
- QGIS: Aplikasi desktop open source yang banyak digunakan untuk pemrosesan dan visualisasi data spasial, baik raster maupun vektor. QGIS mampu menangani analisis tematik, geostatistik, dan automasi lewat plugin, serta berjalan di berbagai sistem operasi seperti hal nya aplikasi sejenis yang berbayar.
- Google Earth Engine (GEE): Platform cloud yang dapat memproses dan menganalisis ribuan terabyte data satelit tanpa perlu infrastruktur mahal, digunakan untuk berbagai riset lingkungan dan mitigasi bencana.
- Python dan Geemap: Bahasa pemrograman dan Python Package ini kini menjadi standar global untuk analisis data spasial, diperkuat dengan pustaka seperti geopandas, rasterio, dan geemap yang mendukung visualisasi serta pemrosesan data spasial baik di desktop maupun web
- MapServer, GeoServer, dan dan PostGIS (spatial database): Solusi untuk publikasi data peta di web, mudah diintegrasikan, sangat fleksibel untuk sistem informasi geografis publik.
Kombinasi platform ini membuat proses analisis hingga distribusi informasi spasial menjadi efisien, terjangkau, dan terbuka untuk kolaborasi lintas bidang.
Geoinformatika untuk Solusi Permasalahan Indonesia
Sumber: https://smartcity.jakarta.go.id/id/
Geo-AI telah membawa banyak perubahan pada berbagai sektor strategis di Indonesia, berikut beberapa contoh penerapan yang nyata dan relevan:
- Manajemen Bencana Alam: Pemanfaatan Geo-AI dalam memetakan wilayah rawan banjir dan potensi kebakaran hutan—seperti dashboard bencana yang dibangun bersama BNPB menggunakan GeoAI untuk deteksi lokasi terdampak gempa atau banjir secara cepat melalui analisis citra satelit dan data social media.
- Perencanaan Wilayah dan Tata Kota: Jakarta Smart City menggunakan Geo-AI untuk pemetaan zona permukiman, optimalisasi lahan, serta visualisasi tata ruang dalam bentuk 3D. Sistem IRK (Informasi Rencana Kota) memanfaatkan teknologi Geo-AI untuk pengambilan kebijakan pembangunan berbasis digital dan terintegrasi antar-lembaga.
- Manajemen Transportasi dan Infrastruktur: Teknologi Geo-AI juga digunakan untuk memantau infrastruktur vital seperti jaringan listrik dan menara transmisi. Dengan memanfaatkan data satelit, drone, hingga IoT, Geo-AI mampu melakukan pemeliharaan prediktif dan penjadwalan perawatan yang efisien, sehingga mampu mengurangi kemacetan.
- Dukungan Green and Blue Economics: Geo-AI dimanfaatkan untuk monitoring dan penilaian kebijakan karbon melalui pemetaan lahan gambut, ekosistem pesisir, serta sistem counting dan trading karbon secara digital. Konsep Green and Blue Economics memanfaatkan Geo-AI untuk mencari solusi berkelanjutan.
Penerapan Geo-AI di atas telah terbukti bukan hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga transparansi, akurasi, dan ketepatan pengambilan keputusan dalam menghadapi tantangan pembangunan di Indonesia.
Penulis: Fabian Surya Pramudya, S.T., M.T., Ph.D.
Referensi
- Tomlinson, R.F. (2019) Thinking About GIS: Geographic Information System Planning for Managers.
- Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., & Chipman, J.W. (2015) Remote Sensing and Image Interpretation.
- Ban, Y., et al. (2021) “Deep learning for multi-modal spatial data in geoinformatics.” ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing.
- Fauzi, C. (2024). “A Review Geospatial Artificial Intelligence (Geo-AI): Implementation of Machine Learning on Urban Planning.” Proceedings of the International Conference on Applied Science and Technology on Engineering Science 2023 (iCAST-ES 2023), Atlantis Press, pp. 311–329. DOI: 10.2991/978-94-6463-364-1_30.
- Darmawan, S. & Nada, N. (2023). “Kecerdasan Buatan berbasis Geospasial (GeoAI) menggunakan Google Earth Engine untuk Monitoring Fenomena Urban Heat Island di Indonesia.” Jurnal Elkomika ITENAS.
- Asep Koswara. (2025). “AI and Big Data in Tourism: Mapping Geographic Keywords for Indonesian Destinations.” Jurnal Penelitian Ilmu Pariwisata, Vol.1 No.1, pp. 21–23.
com. (2023). “Pemanfaat Geographic Artificial Intelligence (Geo-AI) dalam Identifikasi Daerah Rawan Banjir di Kota Ambon.” Gudang Jurnal Manajemen dan Informatika. - Liu, J., Böhlen, M., Iryadi, R. (2023). “Agroforestry in the Alas Mertajati of Bali: GeoAI applications for sustainable land use.” The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, XLVIII-4/W7-2023.
- RIG GeoEco-AI BINUS University. (2023). “Artificial Intelligence in Geospatial Economics (Geo-Eco AI).” [BINUS University Research Group].
- Maulana Majid, G., Mufreni, A., Fitria, V. (2020). “Artificial Intelligence (AI) Penetration and Sustainable Tourism in Indonesia: A Review and Synthesis.” Available at ResearchGate.
- BINUS University Geo AI Lab. (2025). “Geo AI Lab: Research Initiatives and Collaborations.” BINUS University.
- Pusbindiklatren Bappenas. (2024). “AI-Based Models for Identifying Underdeveloped Villages in Indonesia.” JISDEP, Vol.12, No.3.
Comments :